Membongkar Kedok Jamaah Tabligh
Penulis : Al-Ustadz Ruwaifi' bin Sulaimi, Lc.
Jamaah Tabligh tentu bukan nama yang
asing lagi bagi masyarakat kita, terlebih bagi mereka yang menggeluti
dunia dakwah. Dengan menghindari ilmu-ilmu fiqh dan aqidah yang sering
dituding sebagai 'biang pemecah belah umat', membuat dakwah mereka
sangat populer dan mudah diterima masyarakat berbagai lapisan.
Bahkan saking populernya, bila ada
seseorang yang berpenampilan mirip mereka atau kebetulan mempunyai
ciri-ciri yang sama dengan mereka, biasanya akan ditanya; "Mas, Jamaah
Tabligh, ya?" atau "Mas, karkun, ya?" Yang lebih tragis jika ada yang
berpenampilan serupa meski bukan dari kalangan mereka, kemudian langsung
dihukumi sebagai Jamaah Tabligh.
Pro dan kontra tentang mereka pun
meruak. Lalu bagaimanakah hakikat jamaah yang berkiblat ke India ini?
Kajian kali ini adalah jawabannya.
Pendiri Jamaah Tabligh
Jamaah Tabligh didirikan oleh seorang
sufi dari tarekat Jisytiyyah yang berakidah Maturidiyyah dan bermadzhab
fiqih Hanafi. Ia bernama Muhammad Ilyas bin Muhammad Isma'il Al-Hanafi
Ad-Diyubandi Al-Jisyti Al-Kandahlawi kemudian Ad-Dihlawi. Al-Kandahlawi
merupakan nisbat dari Kandahlah, sebuah desa yang terletak di daerah
Sahranfur. Sementara Ad-Dihlawi dinisbatkan kepada Dihli (New Delhi),
ibukota India. Di tempat dan negara inilah, markas gerakan Jamaah
Tabligh berada. Adapun Ad-Diyubandi adalah nisbat dari Diyuband, yaitu
madrasah terbesar bagi penganut madzhab Hanafi di semenanjung India.
Sedangkan Al-Jisyti dinisbatkan kepada tarekat Al-Jisytiyah, yang
didirikan oleh Mu'inuddin Al-Jisyti.
Muhammad Ilyas sendiri dilahirkan pada
tahun 1303 H dengan nama asli Akhtar Ilyas. Ia meninggal pada tanggal 11
Rajab 1363 H. (Bis Bri Musliman, hal.583, Sawanih Muhammad Yusuf, hal.
144-146, dinukil dari Jama'atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah,
hal. 2).
Latar Belakang Berdirinya Jamaah Tabligh
Asy-Syaikh Saifurrahman bin Ahmad
Ad-Dihlawi mengatakan, "Ketika Muhammad Ilyas melihat mayoritas orang
Meiwat (suku-suku yang tinggal di dekat Delhi, India) jauh dari ajaran
Islam, berbaur dengan orang-orang Majusi para penyembah berhala Hindu,
bahkan bernama dengan nama-nama mereka, serta tidak ada lagi keislaman
yang tersisa kecuali hanya nama dan keturunan, kemudian kebodohan yang
kian merata, tergeraklah hati Muhammad Ilyas. Pergilah ia ke Syaikhnya
dan Syaikh tarekatnya, seperti Rasyid Ahmad Al-Kanhuhi dan Asyraf Ali
At-Tahanawi untuk membicarakan permasalahan ini. Dan ia pun akhirnya
mendirikan gerakan tabligh di India, atas perintah dan arahan dari para
syaikhnya tersebut." (Nazhrah 'Abirah I'tibariyyah Haulal Jama'ah
At-Tablighiyyah, hal. 7-8, dinukil dari kitab Jama'atut Tabligh
Aqa'iduha Wa Ta'rifuha, karya Sayyid Thaliburrahman, hal. 19)
Merupakan suatu hal yang ma'ruf di
kalangan tablighiyyin (para pengikut jamah tabligh, red) bahwasanya
Muhammad Ilyas mendapatkan tugas dakwah tabligh ini setelah kepergiannya
ke makam Rasulullah (Jama'atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah,
hal. 3).
Jamaah Tabligh, Bophal
Markas Jamaah Tabligh
Markas besar mereka berada di Delhi,
tepatnya di daerah Nizhamuddin. Markas kedua berada di Raywind, sebuah
desa di kota Lahore (Pakistan). Markas ketiga berada di kota Dakka
(Bangladesh). Yang menarik, pada markas-markas mereka yang berada di
daratan India itu, terdapat hizb (rajah) yang berisikan Surat Al-Falaq
dan An-Naas, nama Allah yang agung, dan nomor 2-4-6-8 berulang 16 kali
dalam bentuk segi empat, yang dikelilingi beberapa kode yang tidak
dimengerti. (Jama'atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 14)
Yang lebih mengenaskan, mereka mempunyai
sebuah masjid di kota Delhi yang dijadikan markas oleh mereka, di mana
di belakangnya terdapat empat buah kuburan. Dan ini menyerupai
orang-orang Yahudi dan Nashrani, di mana mereka menjadikan kuburan para
nabi dan orang-orang shalih dari kalangan mereka sebagai masjid. Padahal
Rasulullah melaknat orang-orang yang menjadikan kuburan sebagai
masjid, bahkan mengkhabarkan bahwasanya mereka adalah sejelek-jelek
makhluk di sisi Allah . (Lihat Al-Qaulul Baligh Fit Tahdziri Min
Jama'atit Tabligh, karya Asy-Syaikh Hamud At-Tuwaijiri, hal. 12)
Asas dan Landasan Jamaah Tabligh :
Jamaah Tabligh mempunyai suatu asas dan
landasan yang sangat teguh mereka pegang, bahkan cenderung berlebihan.
Asas dan landasan ini mereka sebut dengan al-ushulus sittah (enam
landasan pokok) atau ash-shifatus sittah (sifat yang enam), dengan
rincian sebagai berikut:
Sifat Pertama: Merealisasikan Kalimat Thayyibah Laa Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah
Mereka menafsirkan makna Laa Ilaha
Illallah dengan: "mengeluarkan keyakinan yang rusak tentang sesuatu dari
hati kita dan memasukkan keyakinan yang benar tentang dzat Allah,
bahwasanya Dialah Sang Pencipta, Maha Pemberi Rizki, Maha Mendatangkan
Mudharat dan Manfaat, Maha Memuliakan dan Menghinakan, Maha Menghidupkan
dan Mematikan". Kebanyakan pembicaraan mereka tentang tauhid, hanya
berkisar pada tauhid rububiyyah semata (Jama'atut Tabligh Mafahim Yajibu
An Tushahhah, hal. 4).
Padahal makna Laa Ilaha Illallah
sebagaimana diterangkan para ulama adalah: "Tiada sesembahan yang berhak
diibadahi melainkan Allah." (Lihat Fathul Majid, karya Asy-Syaikh
Abdurrahman bin Hasan Alusy Syaikh, hal. 52-55). Adapun makna
merealisasikannya adalah merealisasikan tiga jenis tauhid; al-uluhiyyah,
ar-rububiyyah, dan al-asma wash shifat (Al-Quthbiyyah Hiyal Fitnah
Fa'rifuha, karya Abu Ibrahim Ibnu Sulthan Al-'Adnani, hal. 10). Dan juga
sebagaimana dikatakan Asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan: "Merealisasikan
tauhid artinya membersihkan dan memurnikan tauhid (dengan tiga
jenisnya, pen) dari kesyirikan, bid'ah, dan kemaksiatan." (Fathul Majid,
hal. 75)
Oleh karena itu, Asy-Syaikh Saifurrahman
bin Ahmad Ad-Dihlawi mengatakan bahwa di antara 'keistimewaan' Jamaah
Tabligh dan para pemukanya adalah apa yang sering dikenal dari mereka
bahwasanya mereka adalah orang-orang yang berikrar dengan tauhid. Namun
tauhid mereka tidak lebih dari tauhidnya kaum musyrikin Quraisy Makkah,
di mana perkataan mereka dalam hal tauhid hanya berkisar pada tauhid
rububiyyah saja, serta kental dengan warna-warna tashawwuf dan
filsafatnya. Adapun tauhid uluhiyyah dan ibadah, mereka sangat kosong
dari itu. Bahkan dalam hal ini, mereka termasuk golongan orang-orang
musyrik. Sedangkan tauhid asma wash shifat, mereka berada dalam
lingkaran Asya'irah serta Maturidiyyah, dan kepada Maturidiyyah mereka
lebih dekat". (Nazhrah ‘Abirah I'tibariyyah Haulal Jamaah
At-Tablighiyyah, hal. 46).
Sifat Kedua: Shalat dengan Penuh Kekhusyukan dan Rendah Diri
Asy-Syaikh Hasan Janahi berkata:
"Demikianlah perhatian mereka kepada shalat dan kekhusyukannya. Akan
tetapi, di sisi lain mereka sangat buta tentang rukun-rukun shalat,
kewajiban-kewajibannya, sunnah-sunnahnya, hukum sujud sahwi, dan perkara
fiqih lainnya yang berhubungan dengan shalat dan thaharah. Seorang
tablighi (pengikut Jamaah Tabligh, red) tidaklah mengetahui hal-hal
tersebut kecuali hanya segelintir dari mereka." (Jama'atut Tabligh
Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 5- 6).
Sifat ketiga: Keilmuan yang Ditopang dengan Dzikir
Mereka membagi ilmu menjadi dua bagian.
Yakni ilmu masail dan ilmu fadhail. Ilmu masail, menurut mereka, adalah
ilmu yang dipelajari di negeri masing-masing. Sedangkan ilmu fadhail
adalah ilmu yang dipelajari pada ritus khuruj (lihat penjelasan di
bawah, red) dan pada majlis-majlis tabligh. Jadi, yang mereka maksudkan
dengan ilmu adalah sebagian dari fadhail amal (amalan-amalan utama, pen)
serta dasar-dasar pedoman Jamaah (secara umum), seperti sifat yang enam
dan yang sejenisnya, dan hampir-hampir tidak ada lagi selain itu.
Orang-orang yang bergaul dengan mereka
tidak bisa memungkiri tentang keengganan mereka untuk menimba ilmu agama
dari para ulama, serta tentang minimnya mereka dari buku-buku
pengetahuan agama Islam. Bahkan mereka berusaha untuk menghalangi
orang-orang yang cinta akan ilmu, dan berusaha menjauhkan mereka dari
buku-buku agama dan para ulamanya. (Jama'atut Tabligh Mafahim Yajibu An
Tushahhah, hal. 6 dengan ringkas).
Sifat Keempat: Menghormati Setiap Muslim
Sesungguhnya Jamaah Tabligh tidak
mempunyai batasan-batasan tertentu dalam merealisasikan sifat keempat
ini, khususnya dalam masalah al-wala (kecintaan) dan al-bara
(kebencian). Demikian pula perilaku mereka yang bertentangan dengan
kandungan sifat keempat ini di mana mereka memusuhi orang-orang yang
menasehati mereka atau yang berpisah dari mereka dikarenakan beda
pemahaman, walaupun orang tersebut 'alim rabbani. Memang, hal ini tidak
terjadi pada semua tablighiyyin, tapi inilah yang disorot oleh
kebanyakan orang tentang mereka. (Jama'atut Tabligh Mafahim Yajibu An
Tushahhah, hal. 8)
Sifat Kelima: Memperbaiki Niat
Tidak diragukan lagi bahwasanya
memperbaiki niat termasuk pokok agama dan keikhlasan adalah porosnya.
Akan tetapi semuanya membutuhkan ilmu. Dikarenakan Jamaah Tabligh adalah
orang-orang yang minim ilmu agama, maka banyak pula kesalahan mereka
dalam merealisasikan sifat kelima ini. Oleh karenanya engkau dapati
mereka biasa shalat di masjid-masjid yang dibangun di atas kuburan.
(Jama'atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 9)
Sifat Keenam: Dakwah dan Khuruj di Jalan Allah subhanahu wata'ala
Cara merealisasikannya adalah dengan
menempuh khuruj (keluar untuk berdakwah, pen) bersama Jamaah Tabligh,
empat bulan untuk seumur hidup, 40 hari pada tiap tahun, tiga hari
setiap bulan, atau dua kali berkeliling pada tiap minggu. Yang pertama
dengan menetap pada suatu daerah dan yang kedua dengan cara
berpindah-pindah dari suatu daerah ke daerah yang lain. Hadir pada dua
majelis ta'lim setiap hari, majelis ta'lim pertama diadakan di masjid
sedangkan yang kedua diadakan di rumah. Meluangkan waktu 2,5 jam setiap
hari untuk menjenguk orang sakit, mengunjungi para sesepuh dan
bersilaturahmi, membaca satu juz Al Qur'an setiap hari, memelihara
dzikir-dzikir pagi dan sore, membantu para jamaah yang khuruj, serta
i'tikaf pada setiap malam Jum'at di markas. Dan sebelum melakukan
khuruj, mereka selalu diberi hadiah-hadiah berupa konsep berdakwah (ala
mereka, pen) yang disampaikan oleh salah seorang anggota jamaah yang
berpengalaman dalam hal khuruj. (Jama'atut Tabligh Mafahim Yajibu An
Tushahhah, hal. 9)
Asy-Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan
Al-Fauzan berkata: "Khuruj di jalan Allah adalah khuruj untuk berperang.
Adapun apa yang sekarang ini mereka (Jamaah Tabligh, pen) sebut dengan
khuruj maka ini bid'ah. Belum pernah ada (contoh) dari salaf tentang
keluarnya seseorang untuk berdakwah di jalan Allah yang harus dibatasi
dengan hari-hari tertentu. Bahkan hendaknya berdakwah sesuai dengan
kemampuannya tanpa dibatasi dengan jamaah tertentu, atau dibatasi 40
hari, atau lebih sedikit atau lebih banyak." (Aqwal Ulama As-Sunnah fi
Jama'atit Tabligh, hal. 7)
Asy-Syaikh Abdurrazzaq 'Afifi berkata:
"Khuruj mereka ini bukanlah di jalan Allah, tetapi di jalan Muhammad
Ilyas. Mereka tidaklah berdakwah kepada Al Qur'an dan As Sunnah, akan
tetapi berdakwah kepada (pemahaman) Muhammad Ilyas, syaikh mereka yang
ada di Banglades (maksudnya India, pen). (Aqwal Ulama As Sunnah fi
Jama'atit Tabligh, hal. 6)
Aqidah Jamaah Tabligh dan Para Tokohnya
Jamaah Tabligh dan para tokohnya,
merupakan orang-orang yang sangat rancu dalam hal aqidah1. Demikian pula
kitab referensi utama mereka Tablighi Nishab atau Fadhail A'mal karya
Muhammad Zakariya Al-Kandahlawi, merupakan kitab yang penuh dengan
kesyirikan, bid'ah, dan khurafat. Di antara sekian banyak kesesatan
mereka dalam masalah aqidah adalah2:
1. Keyakinan tentang wihdatul wujud
(bahwa Allah menyatu dengan alam ini). (Lihat kitab Tablighi Nishab,
2/407, bab Fadhail Shadaqat, cet. Idarah Nasyriyat Islam Urdu Bazar,
Lahore).
2. Sikap berlebihan terhadap orang-orang
shalih dan keyakinan bahwa mereka mengetahui ilmu ghaib. (Lihat Fadhail
A'mal, bab Fadhail Dzikir, hal. 468-469, dan hal. 540-541, cet. Kutub
Khanat Faidhi, Lahore).
3. Tawassul kepada Nabi (setelah
wafatnya) dan juga kepada selainnya, serta berlebihannya mereka dalam
hal ini. (Lihat Fadhail A'mal, bab Shalat, hal. 345, dan juga bab
Fadhail Dzikir, hal. 481-482, cet. Kutub Khanat Faidhi, Lahore).
4. Keyakinan bahwa para syaikh sufi
dapat menganugerahkan berkah dan ilmu laduni (lihat Fadhail A'mal, bab
Fadhail Qur'an, hal. 202- 203, cet. Kutub Khanat Faidhi, Lahore).
5. Keyakinan bahwa seseorang bisa
mempunyai ilmu kasyaf, yakni bisa menyingkap segala sesuatu dari perkara
ghaib atau batin. (Lihat Fadhail A'mal, bab Dzikir, hal. 540- 541, cet.
Kutub Khanat Faidhi, Lahore).
6. Hidayah dan keselamatan hanya bisa
diraih dengan mengikuti tarekat Rasyid Ahmad Al-Kanhuhi (lihat
Shaqalatil Qulub, hal. 190). Oleh karena itu, Muhammad Ilyas sang
pendiri Jamaah Tabligh telah membai'atnya di atas tarekat Jisytiyyah
pada tahun 1314 H, bahkan terkadang ia bangun malam semata-mata untuk
melihat wajah syaikhnya tersebut. (Kitab Sawanih Muhammad Yusuf, hal.
143, dinukil dari Jama'atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal.
2).
7. Saling berbai'at terhadap pimpinan
mereka di atas empat tarekat sufi: Jisytiyyah, Naqsyabandiyyah,
Qadiriyyah, dan Sahruwardiyyah. (Ad-Da'wah fi Jaziratil 'Arab, karya
Asy-Syaikh Sa'ad Al-Hushain, hal. 9-10, dinukil dari Jama'atut Tabligh
Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 12).
8. Keyakinan tentang keluarnya tangan
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dari kubur beliau untuk berjabat
tangan dengan Asy-Syaikh Ahmad Ar-Rifa'i. (Fadhail A'mal, bab Fadhail
Ash-Shalati ‘alan Nabi, hal. 19, cet. Idarah Isya'at Diyanat Anarkli,
Lahore).
9. Kebenaran suatu kaidah, bahwasanya
segala sesuatu yang menyebabkan permusuhan, perpecahan, atau
perselisihan -walaupun ia benar- maka harus dibuang sejauh-jauhnya dari
manhaj Jamaah. (Al-Quthbiyyah Hiyal Fitnah Fa'rifuha, hal. 10).
10. Keharusan untuk bertaqlid (lihat
Dzikir Wa I'tikaf Key Ahmiyat, karya Muhammad Zakaria Al-Kandahlawi,
hal. 94, dinukil dari Jama'atut Tabligh ‘Aqaiduha wa Ta'rifuha, hal.
70).
11. Banyaknya cerita-cerita khurafat dan
hadits-hadits lemah/ palsu di dalam kitab Fadhail A'mal mereka, di
antaranya apa yang disebutkan oleh Asy-Syaikh Hasan Janahi dalam
kitabnya Jama'atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 46-47 dan
hal. 50-52. Bahkan cerita-cerita khurafat dan hadits-hadits palsu inilah
yang mereka jadikan sebagai bahan utama untuk berdakwah. Wallahul
Musta'an.
Fatwa Para Ulama Tentang Jamaah Tabligh
1. Asy-Syaikh Al-Allamah Abdul Aziz bin
Baz rahimahullah berkata: "Siapa saja yang berdakwah di jalan Allah bisa
disebut "muballigh" artinya: (Sampaikan apa yang datang dariku
(Rasulullah), walaupun hanya satu ayat), akan tetapi Jamaah Tabligh
India yang ma'ruf dewasa ini mempunyai sekian banyak khurafat, bid'ah
dan kesyirikan. Maka dari itu, tidak boleh khuruj bersama mereka kecuali
bagi seorang yang berilmu, yang keluar (khuruj) bersama mereka dalam
rangka mengingkari (kebatilan mereka) dan mengajarkan ilmu kepada
mereka. Adapun khuruj, semata ikut dengan mereka maka tidak boleh".
2. Asy Syaikh Dr. Rabi' bin Hadi
Al-Madkhali berkata: "Semoga Allah merahmati Asy-Syaikh Abdul Aziz bin
Baz (atas pengecualian beliau tentang bolehnya khuruj bersama Jamaah
Tabligh untuk mengingkari kebatilan mereka dan mengajarkan ilmu kepada
mereka, pen), karena jika mereka mau menerima nasehat dan bimbingan dari
ahlul ilmi maka tidak akan ada rasa keberatan untuk khuruj bersama
mereka. Namun kenyataannya, mereka tidak mau menerima nasehat dan tidak
mau rujuk dari kebatilan mereka, dikarenakan kuatnya fanatisme mereka
dan kuatnya mereka dalam mengikuti hawa nafsu. Jika mereka benar-benar
menerima nasehat dari ulama, niscaya mereka telah tinggalkan manhaj
mereka yang batil itu dan akan menempuh jalan ahlut tauhid dan ahlus
sunnah. Nah, jika demikian permasalahannya, maka tidak boleh keluar
(khuruj) bersama mereka sebagaimana manhaj as-salafush shalih yang
berdiri di atas Al Qur'an dan As Sunnah dalam hal tahdzir (peringatan)
terhadap ahlul bid'ah dan peringatan untuk tidak bergaul serta duduk
bersama mereka. Yang demikian itu (tidak bolehnya khuruj bersama mereka
secara mutlak, pen), dikarenakan termasuk memperbanyak jumlah mereka dan
membantu mereka dalam menyebarkan kesesatan. Ini termasuk perbuatan
penipuan terhadap Islam dan kaum muslimin, serta sebagai bentuk
partisipasi bersama mereka dalam hal dosa dan kekejian. Terlebih lagi
mereka saling berbai'at di atas empat tarekat sufi yang padanya terdapat
keyakinan hulul, wihdatul wujud, kesyirikan dan kebid'ahan".
3. Asy-Syaikh Al-Allamah Muhammad bin
Ibrahim Alusy Syaikh rahimahullah berkata: "Bahwasanya organisasi ini
(Jamaah Tabligh, pen) tidak ada kebaikan padanya. Dan sungguh ia sebagai
organisasi bid'ah dan sesat. Dengan membaca buku-buku mereka, maka
benar-benar kami dapati kesesatan, bid'ah, ajakan kepada peribadatan
terhadap kubur-kubur dan kesyirikan, sesuatu yang tidak bisa dibiarkan.
Oleh karena itu -insya Allah- kami akan membantah dan membongkar
kesesatan dan kebatilannya".
4. Asy-Syaikh Al-Muhaddits Muhammad
Nashiruddin Al-Albani rahimahullah berkata: "Jamaah Tabligh tidaklah
berdiri di atas manhaj Al Qur'an dan Sunnah Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam serta pemahaman as-salafus shalih." Beliau juga
berkata: "Dakwah Jamaah Tabligh adalah dakwah sufi modern yang
semata-mata berorientasi kepada akhlak. Adapun pembenahan terhadap
aqidah masyarakat, maka sedikit pun tidak mereka lakukan, karena
-menurut mereka- bisa menyebabkan perpecahan". Beliau juga berkata:
"Maka Jamaah Tabligh tidaklah mempunyai prinsip keilmuan, yang mana
mereka adalah orang-orang yang selalu berubah-ubah dengan perubahan yang
luar biasa, sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada".
5. Asy-Syaikh Al-Allamah Abdurrazzaq
'Afifi berkata: "Kenyataannya mereka adalah ahlul bid'ah yang menyimpang
dan orang-orang tarekat Qadiriyyah dan yang lainnya. Khuruj mereka
bukanlah di jalan Allah, akan tetapi di jalan Muhammad Ilyas. Mereka
tidaklah berdakwah kepada Al Qur'an dan As Sunnah, akan tetapi kepada
Muhammad Ilyas, syaikh mereka di Bangladesh (maksudnya India, pen)".
Demikianlah selayang pandang tentang
hakikat Jamaah Tabligh, semoga sebagai nasehat dan peringatan bagi
pencari kebenaran. Wallahul Muwaffiq wal Hadi Ila Aqwamith Thariq.
Di poskan dan di copas kembali oleh : IRWAN AHBAB